Senin, 21 Oktober 2013

Irfan Setiaputra Mencari Tantangan Baru



Irfan Setiaputra Mencari Tantangan Baru


A.    Latar Belakang
Akhir Januari lalu, pelaku industri teknologi informasi dikejutkan dengan berita pengunduran diri pemimpin puncak PT Cisco Indonesia, Irfan Setiaputra. Padahal, selama ini Irfan terlihat menikmati pekerjaannya, bahkan mampu membawa Cisco mengalami pertumbuhan bisnis hingga tiga kali lipat. “Pengunduran dirinya harus kami terima dengan sangat berat hati”, kata Christian Hentschel, Managing Director for Emerging Countries in Asia, Cisco Systems, tak berdaya.
Menurut Christian, Irfan telah membangun tim yang sangat bagus yang terus berfokus dalam komitmen bagi pelanggan dan mitra channel di Indonesia. Hal yang sama diungkapkan Kurnijanto E. Sanggono, Direktur Pemasaran Cisco Indonesia. Di mata Kumijanto, Irfan merupakan sosok visioner yang juga dapat mengajak rekan-rekannya bekerja sama mewujudkan visi tersebut. Lalu, mengapa Irfan mundur dari Cisco?
Irfan punya alasan. Pertama, ia sudah terlalu lama menjadi orang nomor satu di perusahaan tersebut. Hal ini, menurutnya, akan membuat organisasi jadi tidak sehat. “Organisasi harus bersifat dinamis sehingga perlu ada perubahan, reorganisasi”, ujarnya. “Pergantian kepemimpinan dan reorganisasi merupakan sesuatu yang normal”, tambahnya. Selain itu, ia merasa tidak fair karena banyak teman kerjanya yang bagus, tapi belum memperoleh kesempatan naik.
Kedua alasan itu yang mendorong Irfan mencari tantangan baru di lingkungan kerja baru. Awalnya tak mudah. Ketika secara resmi lepas dari Cisco, Januari 2009, sesungguhnya ia belum tahu ke mana akan berlabuh. “Saya mau istirahat dulu”, katanya waktu itu. Namun ternyata, selama masa istirahat ia justru menerima banyak tawaran. Di antaranya, dari Kementerian BUMN, yang kemudian munculah nama PT Inti.
Irfan goyah. Mendapat tawaran menjadi Dirut PT Inti membuatnya merasa terhormat. Namun, sebelum akhirnya memutuskan mengambil tawaran tersebut, pada pertengahan Maret 2009, ia juga mempertimbangkan apakah value yang dimilikinya cocok dengan BUMN ini. Menurutnya, kondisi PT Inti saat ini tidak terlalu bagus untuk ukuran sebuah perusahaan. “Saya tidak mengatakan ada yang salah, tetapi berbeda dari ketika masa saya menjadi eksekutif di salah satu operator milik swasta dulu”. Ia mempermasalahkan apakah PT Inti menjalankan bisnisnya dengan benar atau tidak.
“Saya sedang melakukakan pembenahan budaya, belum pakai konsultan dari luar, untuk melihat ke depan bagaimana”, ujar Irfan. Ia mengatakan, sebelum mengambil langkah, ia butuh masukan dari berbagai pihak. Ia percaya banyak “orang bagus” di PT Inti. Untuk mewujudkan itu perlu penguatan SDM, terutama untuk pemagangan dan penugasan ke luar negeri. Lumayan banyak mereka yang dikirim ke luar negeri, namun banyak juga termasuk dalam katagori tidak sukses. Jika dilihat dari segi insentif dan kesejahteraan yang ditawarkan secara nominal jauh lebih baik dibandingkan dengan standar lokal. Kondisi lain yang tampaknya yang perlu dilakukan manajemen PT Inti yang baru adalah perubahan paradigma menuju etos kerja koorporasi yang berorientasi pada produktivitas daripada budaya yang syarat muatan “pakeuh” dan “birokrasi”. Kondisi ini tampaknya menimbulkan resistensi dari berbagai kalangan. 
Sebagai seorang manajer, Irfan telah mengusulkan standar kinerja minimal bagi karyawan, dengan pola 360 derajat. Performance appraisal system yang akan diterapkan dalam waktu dekat membuat karyawan lama merasa berada di bawah tekanan pekerjaan yang cukup tinggi, apalagi juga dikaitkan dengan loyalitas dan disiplin. Issu tentang ancaman punishment dan mutasi telah beredar di kalangan karyawan, membuat perasaan mereka semakin uncertain.
Irfan sadar bahwa lingkungan kerjanya saat ini sangat berbeda dari sebelumnya. “Kerja di BUMN punya tantangan tersendiri. Saya tidak bisa menerapkan seutuhnya yang pernah dilakukan di Cisco”, katanya. Pengalaman positif di perusahaan swasta akan diteruskan. Salah satunya, karakter egaliter, karena dengan begitu kedekatan akan terjalin. Masalah yang bisa memengaruhi perusahaan bisa didengar langsung dari staf, tidak perlu filter. “Prinsipnya, sepuluh kepala lebih baik daripada satu. Makin banyak ide, makin bagus. Tetapi ketika sudah diputuskan, yang tanggung jawab saya”, katanya menandaskan.

B.     Pertanyaan Kasus
    1. Analisislah bagaimana pola kepemimpinan dengan dukungan teori! Bagaimana agar kepemimpinan tersebut membawa kesuksesan terhadap perubahan? 
        2. Proses perubahan budaya melibatkan intervensi (change agent). Jika posisi anda sebagai seorang konsultan organisasi, bagaimana mekanisme yang akan anda tempuh dalam transformasi budaya?
      3. Dalam penugasan manajer ke luar negeri, para manajer perlu dibekali dengan expatriate training. Jelaskanlah proses atau tahapan dalam training tersebut dan kenapa penting dilakukan! 
    4. Jika dikaitkan dengan teori motivasi, bagaimana analisis tentang sikap entrepreneur yang dimiliki oleh Irfan? Jelaskanlah teori motivasi yang mana dianggap paling mendasari perilaku Irfan? 
      5. Jelaskanlah hubungan stimuli (work factors) ð attitudes  (affective, cognition, behavior) ð outcomes (emotional, perceptual, action) dalam konsep diri yang dimiliki oleh Irfan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar