Intel Prepares Its Top Leaders
A. Latar
Belakang
Pada musim semi tahun 2005, Paul
Otellini dijadwalkan untuk menjadi CEO baru dari raksasa perusahaan chipset
Intel —namun pertama-tama, memperoleh jabatan bergengsi diartikan mengirimkan
kepada latihan-latihan sederhana: membaca buku. Sebagai ketua eksekutif Intel
pertama yang tidak memiliki gelar akademik di bidang sains atau teknik, si
bersuara lembut yang berumur 53 tahun ini tidak memiliki keahlian teknis yang
memimbing sebagaimana dimiliki mantan CEO Craig Barrett dan Direktur Andy
Grove. Oleh karena itu Otellini, calon presiden perusahaan dan COO berikutnya
dijejali lebih dari 50 tutorial, mengenai segala hal mulai dari jaringan
nirkabel generasi berikutnya hingga desain microprocessor, dan banyak lagi.
Resimen pelatihan tidak menjadi tugas
yang ditangani HRM Dept. Ini merupakan bagian dari filosofi yang tidak begitu
dikenal tapi sengaja dilakukan di Intel untuk menumbuhkan dan merawat para CEO
dan pemimpin mereka. Pada era headhunters korporat, CEO terkenal dan manajemen
dengan destruksi kreatif, penggantian di Intel, salah satu dari usaha
manufaktur paling menguntungkan di US, menjadi model disiplin yang langka.
Perusahaan merencanakan secara teratur tahun pergantian rezim terlebih dahulu,
tanpa gosip yang melemahkan, pertengkaran, atau drama tentang identitas bos
baru.
Otellini dijadwalkan untuk menjadi CEO
kelima dari dalam untuk menjalankan perusahaan sejak peluncurannya di tahun
1968, yang memberikan kesan bahwa disana terdapat aspek “intel inside” dalam
rumusan manajemennya sebagaimana chipsetnya yang berpeforma tinggi. Dua
pemimpin awal, Robert Noyce dan Gordon Moore, tidak hanya pendiri namun juga
menjadi legenda dalam industrinya. Ketiga adalah Grove —salah satu pekerja lama
Intel dan dianggap sebagai salah satu eksekutif terbaik abad ke-20. CEO
sebelumnya, Barret, merupakan guru manufaktur yang terkenal, mengajarkan ilmu
material di Stanford sebelum bergabung dengan Intel di tahun 1974. Waktu yang
panjang merupakan ciri khas transisi CEO di Intel, terutama karena dewan
direksi perusahaan sangat menginginkan mereka. “Kami mendiskusikan pergantian
eksekutif 10 tahun sebelumnya untuk mengidentifikasi kekosongan”, sebut David
Yoffie, seorang direktur Intel sejak 1989 dan juga professor di HBS sejak 1981.
Setiap bulan Januari, katanya, dewan direksi menerima ranking dari kira-kira
dua puluhan manajer senior. Kemudian mencurahkan lebih dari dua atau tiga
bagian pertemuan dewan untuk menyisir daftar tersebut. Memilih CEO, menurut
Yoffie, “merupakan satu-satunya peran terpenting dewan direksi”.
Obsesi dewan direksi akan masa depan
membantu mendorong elemen krusial lainnya dari sistem —pergantian secara
bertahap tugas satu CEO ke CEO berikutnya. Moore memberikan contoh di
pertengahan 1980an, ketika dia membiarkan Andy Grove, wakilnya, secara bertahap
mengambil alih tugas CEO; sebagaimana di pertengahan 1990an, Grove secara
perlahan menyerahkan otoritasnya kepada Barret. Dampaknya, menurut Les Vadasz,
salah satu pekerja lama dan mantan direktur yang menyaksikan setiap penugasan
CEO, “penerus memperoleh pekerjaan sebelum memperoleh jabatannya”.
Pelatihan penerus dalam suatu metode dan
cara-cara tertentu tidak begitu terdengar di Silicon Valley, di mana pendiri
perusahan dapat berkuasa terlalu lama dan pembicaraan tentang kehidupan tanpa
direktur seringkali dianggap sesat. CEO Apple, tetap menjadi sinonim dengan
perusahaan yang didirikannya —dan kembali menyelamatkanya di tahun 1997. Namun,
berapa tahun itu akan bertahan? Scott McNealy pendiri dan mantan CEO Sun Microsystems
yang terkenal, merasai turnover yang tinggi di jabatan senior perusahaannya
karena ia menolak untuk mundur dari posisi tertinggi setelah lebih dari dua
dekade.
Di Intel, CEO dan muridnya berganti
peran untuk meningkatkan kinerja di mana diperlukan. Prakteknya mengalir dari
ide Intel yang lebih luas, secara internal dikenal sebagai “two in a box”.
Dengan mendorong penugasan dan tanggung jawab yang tumpang tindih, terpikirkan
bahwa manajer Intel dapat saling mendukung dengan lebih baik dalam suatu krisis.
Oleh karena itu, aspek lain dari merawat
Otellini: seorang veteran Intel 30 tahun dengan reputasi menjalankan bendera
perusahaan di lini microprocessor, Otellini makin bertanggung jawab terhadap
operasi manufaktur global Intel dan budget yang luar biasa untuk proyek kapital
—termasuk pabrik chipset yang khususnya berbiaya 3 milyar USD masing-masing.
Sebagaimana kebanyakan kredo manajemen,
tentu saja pendekatan Intel memiliki kelemahan. Yang paling jelas adalah ia
menjadikan para CEO saat ini menjadi “bebek pemalas” lebih cepat dibandingkan
perusahaan lain.
Intel juga bermasalah dengan trade-off
penggantian yang umum lainnya. Pada perusahaan yang mengumumkan rencana
penggantian terlebih dahulu, manajer yang berbakat dan loyal yang tidak melihat
jalan ke atas tidak begitu ingin tetap di sana. Pada May 2004, salah satu
eksekutif penting di Intel —Mike Fister, kepala divisi server processor—
meninggalkan Intel untuk menjadi petinggi di Cadence Design Systems, perusahaan
yang sudah lama mensuplai software desain chipset. Dave House, eksekutif
penting Intel lainnya juga keluar ketika melihat dirinya tidak hanya kalah
dengan Barrett namun juga dengan Otellini, yang memiliki jalur dalam untuk
pembukaan CEO berikutnya.
B. Pertanyaan Kasus
1 1. Rekrutmen CEO
dari dalam kelihatannya berjalan baik di Intel. Apakah anda percaya bahwa ini
merupakan kebijakan yang tepat? Mengapa?
2. Bagaimana
mungkin pemimpin yang berorientasi non-teknik seperti Paul Otellini
menggantikan CEO pada perusahaan teknik seperti Intel?
3. Mengapa
beberapa perusahaan terlihat gagal dalam merencanakan pergantian eksekutif
secara efektif?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar